TUGAS BAHASA INDONESIA
KARYA TULIS
MEMBANGUN MASA DEPAN ANAK-ANAK
Drs.H.Nur Abadi,MA
Oleh
:
SUMARYANI
(51)
PROGRAM STRATA SATU SEKOLAH
TINGGI ILMU
TARBIYAH MUHAMMADIYAH WATES,
KULON PROGO
YOGYAKARTA
2011
11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam karya tulis ini menyinggung
mengenai anak-anak secara luas, dimana sekarang ini anak-anak sering kali
menjadi korban akan ketidak pahaman mereka dengan masalah-masalah yang terjadi
lingkungannya. Sehingga situasi seperti ini membuat perkembangan anak-anak
tidak dapat maksimal, dari sisi perkembangan pola pikir dan tingkah laku
mereka. Sebagai contoh kecil adalah anak-anak yang baru duduk dibangku sekolah
dasar mulai mengkomsumsi rokok, atau bahkan sudah mengenal tawuran atau
perkelahian yang menyebabkan temannya masuk rumah sakit. Hal semacam inilah
yang sering terjadi dikota-kota besar dan tidak menutup kemungkinan akan
terjadi didaerah-daerah.
B.
Rumusan
Masalah
Hakekatnya
anak-anak tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya, karena tidak adil jika
anak-anak tersebut dijadikan sebagai yang bersalah dalam sebuah permasalahan.
Pada dasarnya anak-anak sendiri memiliki kecenderungan tidak berfikir panjang
atas apa yang dilakukan. Jadi jika anak-anak tersebut membuat kesalahan
siapakah yang harus bertanggungjawab? Apakah mungkin ada yang salah dengan
sistem pembelajarannya sehingga anak-anak merasa dibatasi? Dan yang tak pernah
terlintas pada kita calon pendidik, atau orang tua sekaligus bahwa anak ini
dapat berpeluang tumbuh menjadi beban masyarakat? Hal-hal seperti inilah yang
akan menjadi pembahasan dalam karya tulis ini.
C.
Tujuan Penulisan
Dalam
penulisan ini diharapkan kita mampu melihat anak-anak sebagai anak-anak yang
mempunyai dunianya sendiri, dengan begitu perkembangannyapun dapat maksimal. Dan anak ini dapa tumbuh menjadi
“orang” seseorang yamg sukses tidak hanya dalam sekolah, namun juga kepribadian,
serta tingkah laku, dan sebuah kelebihan yang akan berguna untuk dirinya,
keluarga, negara, bahkan agamanya. Dimana sejak dari kecilah, kita membentuk
kepribadian anak.
D.
Kegunaan Penulisan
Semoga karya tulis ini dapat berguna
untuk semua pihak. Selain untuk lebih mengenal karakter dan dunia anak-anak,
karya tulis ini juga ditujukan sebagai cermin agar kita mampu menghadapi
anak-anak sendiri sehingga menambah wawasan kita untuk lebih mengenal dunia
anak-anak yang cenderung panjang namun secara singkat mereka alami.
E.
Ruang Lingkup Keterbatasan Pennulisan
Penulisan ini hanya melihat dari
fenomena-fenomena yang sering terjadi di jaman globalisasi ini, dimana melihat
anak-anak yang selalu menjadi korban dari situsi-situasi yang sering timbul
dari lingkungan mereka. Sebut saja kota-kota besar di Indonesia seperti,
Jakarta yang penuh dengan permasalahanya, yang memaksa anak-anak ini berjuang
melawan lingkungan dan memaksa mereka meninggalkan dunia anak-anak yang membentuk
tingkah laku mereka. Ini menjadi gambaran betapa anak-anak sangatlah berharga
dimasa depan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
MEMAHAMI ANAK
Kita perlu lebih memahami anak sebagai
subjek. Pada dasarnya anak-anak bukan orang dewasa mini, anak-anak hidup dalam dunia bermain, sedang berkembang,
senang meniru, dan berciri kreatif.
Bukan orang dewasa mini. Anak-anak
tetaplah anak-anak, yang memiliki keterbatasan-keterbatasan bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Mereka juga memiliki dunia yang khas dan hrus dilihat
dengan kaca mata anak-anak.
Dunia bermain yaitu dunia yang penuh
spontanitas dan menyenagkan. Berkembang selain tumbuh secara fisik anak-anak
juga berkembang secara kejiwaan, ada fase-fase perkembangan yang dilalui oleh
mereka dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuaidengan ciri-ciri
masing-masing fase perkembangan.
Senang meniru. Anak-anak pada dasarnya
senang meniru karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah
dengan cara meniru. Kreatif anak-anak pada dasarnya sangat kreatif, mereka
memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri
individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya,
imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, senang dalam hal-hal
baru dan lain sebagainya.[1]
B.
PENDIDIKAN DINI PADA ANAK
Belajar merupakan perjalanan yang tidak
pernah berakhir dalam pembinaan dan pemahaman diri. Program akselerasi yang
dalam kenyataannya sekedar menempatkan materi untuk tuntutan kurikulum. Suka
tiddak suka, proses pendidikan saat ini terlalu mementingkan aspek kongnitif
pada tataran pengetahuan dengan mengabaikan kreeatifitas. Pengajaran yang lebih
mementingkan target pencapaian dibandingkan penghayatan isi secara imajinatif
dan kreatif.
Proses pendidikan yang dari awal
dipenuhi struktur berfikir linier yang berada pada belahan otak kiri, dan
merangsang “otak kiri” secara berlebihan akan menghasilkan anak yang “on-of”,
yaitu anak yang pandai seperti robot atau komputer, tetapi kehilangan modal
yang sanggat berharga bagi kehidupannya dikemudian hari, yaitu kerangka
berfikir yang menggunakan kata hati, merangsang daya khayal, menyeluruh dan
bebas atau tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
Sejak
seorang anak mampu berkomunikasi,sebaiknya kita tidak menggunakan
kata-kata yang bersifat mengharuskan,
melainkan lebih mengembangkan pendapatnya. Ada beberapa cara yang dilakukan
untuk merangsang otak kanan, antara lain :
1. Dalam mendirikan setiap informasi atau
pelajaran kepada anak-anak sebaiknya bukan hanya secara lisan dan tulisan,
tetapi juga secara fisual.
2. Informasi atau pembelajaran bukan hanya
sekedar memberi pengetahuan, tetapi juga mempengaruhi sikap dan perilaku anak.
3. Berbagai pengalaman yang layak diketahui
oleh anak-anak sebaiknya dihadirkan dalam pembelajaran.
4. Belajar tidak harus dalam kelas atau
perpustakaan, tetapi ajaklah anak-anak sesekali ke lapangan untuk mengamati dan
melakukan eksplorasi terhadap berbagai fenomena alam.
5. Sesekali anak-anak diajak kelingkungan
masyarakat sekitar untuk berkomunikasi dan menghayati beerbagai fenomena sosial
yang ada.
6. Anak-anak juga diajarkan mandiri.
7. Dalam setiap penugasan, rangsanglah anak
untuk menyelesaikan berbagai masalah berdasar intuisi dan imajinasinya,
8. Jangan menggunakan kata-kata “kalian
harus begini, melainkan “bagaimana sebaiknya menurut kalian”
Sistem
pendidikan yang masih dalam kondisi “otak kiri” sentris. Alangkah idealnya jika
sistem pendidikan yang dipakai memiliki keseimbangan antara “otak kiri” dan
“otak kanan”.[2]
C.
MENGENALI POTENSI ANAK BERBAKAT
Pada dasarnya anak berbakat adalah
anak yang didaktif, ia keras kepala, mempunyai motifasi yang kuat untuk
menyelesaikan sesuatu yang menjadi perhatiannya. Seluruh dorongan emosionalnya
tercurahkan habis-habisan untuk menccari jawaban berbagai pertanyaan yang terus
mengalir tak henti-hentimya dari kepalanya.
Anak berbakat tidak bisa
ditahan-tahan. Ia mencari solusi secara kreatif dengan caranya sendiri. Menahan
dorongannya hanya akan membuat anak itu deprresi dan frustasi. Setiap anak
berbakat mempunyai minat berbeda-beda, yang disatu materi dapat meninggalkan
temannya hingga beberapa tahun kedepan. Bahkan anak-anak yang mampu berpikir bagai
mahasiswa dalam satu materi, namuun tertinggal dilain materi. Dalam hal
pengembangan intelektual ia juga tidak sinkron.
Selama
ini yang diketahui secara umum tentang anak-anak berbakat adalah anak yang
penurut, penuh disiplin, dan mampu melahap segala materi yang diberikan, dan
angkanya 10 untuk seegala mata pelajaran. Ia seperti komputer yang mampu
diprogram kapan saja.
Kenyataannya anak berbakat adalah
anak-anak yang mempunyai perkembangan motorik hebat. Mereka kaya akan
inisiatif, berusaha selalu menolong rang lain, tetapi sulit diperintah. Ambil
saja contoh bagaimana anak berbakat mengembangkan inteltktualitasnya. Kemampuan
analisisnya terhadap fenomena alam membuatnya segera paham akan berbagai
hukum-hukum fisika dan alam. Anak yang seperti membutuhkan materi yanng penuh
tantangan anallisis.
Selain dilatarbelakangi motifasi
dan keingintahuannya yang besar yang tidak pernah putus dan tidak ada ujungnya,
ia juga dilatarbelakangi emosi guna tuntutan keinginannya itu. Seering kali ia
tidak bisa ditahan atau diallihkan dengan menawarkan mateeri lain. Ia sangat
mudah menangkap berbagai hal yang mennjadi peerhatiannya, tetapi sangat sulit
diajari jika memang tidak tertarik, apalagi yang sifatnya menghafal. Ia tidak
bisa dipaksa namun bisa distimulasi.
Mengerti akan perkembangan yang
unik ini dan sanggat individual ini agaknya merupakan kunci keberhasilan
membimbing anak-anak semacam ini. Tuntutan bukan hanya ditujuka pada pihak guru
maupun pembimbing tetapi juga pada pihak oranng tua. Dukungan lingkungan akan
kebutuhan anak, memberi anak keleluasaan gerakdan sarana menjadi prasyarat
baginya.[3]
D.
MELIHAT MASA
DEPAN ANAK
Untuk bisa memilih yang baik anak harus diberi
informasi tentang pilihan apa saja yang ada dan apa kelebihan masing-masig
pilihann tersebut. Pendidik yang
menjelaskan mengenai berbagai macam profesi dan menjelaskan tantangan masing-masing
profesi tersebut pada anak, maka anakbisa memperoleh gambaran pasti tentang profesi yang dipilihnya dimasa
depan. Anakpun bisa memperkirakan apakah dirinya mampu menjalani pendidikan
untuk meraih profesi tersebut.
Selain itu anak juga diajarkan untuk
mampu melihat masa depan, dengan cara membiasakan anak untuk melihat segala
sesuatu dari masa lalu, masa sekarang, dan masa nanti. Kemampuan-kemampuan
untuk melihat kecenderungan dimasa depan itulah yang harus dipupuk keanak.
Kemampuan lain yanng harus diajarkan keanak adalah kemampuan bisa belajar
sndiri. Segala pengetahuan yang didapatkan dari sekolah tidak akan cukup untuk
pengembangan diri, dan bila tidak mempunyai kemampuan belajar sendiri, maka
sulit mengejar perkembangna tersebut.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
beberapa penjabaran tulisan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Memberi kasempatan anak berkembang bukan
hanya tuntutan pedagogi, tetapi juga tuntutan kultural. Kultur kita akan mundur
jika kita tidak dapat menghormati anak-anak. Kemunduran itu dapat kita saksikan
dalam kenyataan, betapa banyak hal kekanak-kanakan yang dibuat oleh masyarakat
modern ini.
2. Untuk menyiapkan anak yang mampu
berkembang dimasyarakat kita harus menanamkan pemahaman dan pengalaman nilai-nilai,
rasa, dan keadilan pada anak dan dimulai sejak usia dini.
3. Pendidikan pada anak bukan berarti
memberi dan memaksakan dunia serta pengetahuan kepada anak-anak, tetapi membuka
dan menyelamatkan massa depan anak-anak .
B.
SARAN
Banyak
anak-anak akan menjadi disiplin dalam kehidupan mereka karena mencontoh
perilaku disekitarnya. Sehingga kita dituntut untuk selalu memberi contoh yang
baik pada anak-anak. Selain itu komunikasi serta saling menghormati akan
memberi nilai lebih pada anak dalam lingkungan, dengan dijembatani oleh komunikasi
yang efektif itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Mulyadi, Seto. 2007. Membangun Komunikasi Bijak Orangtua dan Anak.
Jakarta : Kompas.
Windhu,
Sidhunata. 2006. Membuka Masa Depan
Anak-Anak Kita. Yogyakarta : Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar