Jumat, 18 April 2014

Membangun Masa Depan Anak-anak

TUGAS BAHASA INDONESIA
KARYA TULIS
MEMBANGUN MASA DEPAN ANAK-ANAK
Drs.H.Nur Abadi,MA






Oleh :
SUMARYANI (51)

PROGRAM STRATA SATU SEKOLAH
 TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH WATES,
 KULON PROGO YOGYAKARTA
2011

                                           11



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

Dalam karya tulis ini menyinggung mengenai anak-anak secara luas, dimana sekarang ini anak-anak sering kali menjadi korban akan ketidak pahaman mereka dengan masalah-masalah yang terjadi lingkungannya. Sehingga situasi seperti ini membuat perkembangan anak-anak tidak dapat maksimal, dari sisi perkembangan pola pikir dan tingkah laku mereka. Sebagai contoh kecil adalah anak-anak yang baru duduk dibangku sekolah dasar mulai mengkomsumsi rokok, atau bahkan sudah mengenal tawuran atau perkelahian yang menyebabkan temannya masuk rumah sakit. Hal semacam inilah yang sering terjadi dikota-kota besar dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi didaerah-daerah.


B.    Rumusan Masalah

            Hakekatnya anak-anak tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya, karena tidak adil jika anak-anak tersebut dijadikan sebagai yang bersalah dalam sebuah permasalahan. Pada dasarnya anak-anak sendiri memiliki kecenderungan tidak berfikir panjang atas apa yang dilakukan. Jadi jika anak-anak tersebut membuat kesalahan siapakah yang harus bertanggungjawab? Apakah mungkin ada yang salah dengan sistem pembelajarannya sehingga anak-anak merasa dibatasi? Dan yang tak pernah terlintas pada kita calon pendidik, atau orang tua sekaligus bahwa anak ini dapat berpeluang tumbuh menjadi beban masyarakat? Hal-hal seperti inilah yang akan menjadi pembahasan dalam karya tulis ini.



C.   Tujuan Penulisan

Dalam penulisan ini diharapkan kita mampu melihat anak-anak sebagai anak-anak yang mempunyai dunianya sendiri, dengan begitu perkembangannyapun dapat  maksimal. Dan anak ini dapa tumbuh menjadi “orang” seseorang yamg sukses tidak hanya dalam sekolah, namun juga kepribadian, serta tingkah laku, dan sebuah kelebihan yang akan berguna untuk dirinya, keluarga, negara, bahkan agamanya. Dimana sejak dari kecilah, kita membentuk kepribadian anak.

D.   Kegunaan Penulisan

Semoga karya tulis ini dapat berguna untuk semua pihak. Selain untuk lebih mengenal karakter dan dunia anak-anak, karya tulis ini juga ditujukan sebagai cermin agar kita mampu menghadapi anak-anak sendiri sehingga menambah wawasan kita untuk lebih mengenal dunia anak-anak yang cenderung panjang namun secara singkat mereka alami.

E.   Ruang Lingkup Keterbatasan Pennulisan

Penulisan ini hanya melihat dari fenomena-fenomena yang sering terjadi di jaman globalisasi ini, dimana melihat anak-anak yang selalu menjadi korban dari situsi-situasi yang sering timbul dari lingkungan mereka. Sebut saja kota-kota besar di Indonesia seperti, Jakarta yang penuh dengan permasalahanya, yang memaksa anak-anak ini berjuang melawan lingkungan dan memaksa mereka meninggalkan dunia anak-anak yang membentuk tingkah laku mereka. Ini menjadi gambaran betapa anak-anak sangatlah berharga dimasa depan.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.   MEMAHAMI ANAK

Kita perlu lebih memahami anak sebagai subjek. Pada dasarnya anak-anak bukan orang dewasa mini, anak-anak  hidup dalam dunia bermain, sedang berkembang, senang meniru, dan berciri kreatif.
Bukan orang dewasa mini. Anak-anak tetaplah anak-anak, yang memiliki keterbatasan-keterbatasan bila dibandingkan dengan orang dewasa. Mereka juga memiliki dunia yang khas dan hrus dilihat dengan kaca mata anak-anak.
Dunia bermain yaitu dunia yang penuh spontanitas dan menyenagkan. Berkembang selain tumbuh secara fisik anak-anak juga berkembang secara kejiwaan, ada fase-fase perkembangan yang dilalui oleh mereka dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuaidengan ciri-ciri masing-masing  fase perkembangan.
Senang meniru. Anak-anak pada dasarnya senang meniru karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah dengan cara meniru. Kreatif anak-anak pada dasarnya sangat kreatif, mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, senang dalam hal-hal baru dan lain sebagainya.[1]

B.   PENDIDIKAN DINI PADA ANAK

Belajar merupakan perjalanan yang tidak pernah berakhir dalam pembinaan dan pemahaman diri. Program akselerasi yang dalam kenyataannya sekedar menempatkan materi untuk tuntutan kurikulum. Suka tiddak suka, proses pendidikan saat ini terlalu mementingkan aspek kongnitif pada tataran pengetahuan dengan mengabaikan kreeatifitas. Pengajaran yang lebih mementingkan target pencapaian dibandingkan penghayatan isi secara imajinatif dan kreatif.
Proses pendidikan yang dari awal dipenuhi struktur berfikir linier yang berada pada belahan otak kiri, dan merangsang “otak kiri” secara berlebihan akan menghasilkan anak yang “on-of”, yaitu anak yang pandai seperti robot atau komputer, tetapi kehilangan modal yang sanggat berharga bagi kehidupannya dikemudian hari, yaitu kerangka berfikir yang menggunakan kata hati, merangsang daya khayal, menyeluruh dan bebas atau tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
Sejak seorang anak mampu berkomunikasi,sebaiknya kita tidak menggunakan kata-kata  yang bersifat mengharuskan, melainkan lebih mengembangkan pendapatnya. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk merangsang otak kanan, antara lain :
1.      Dalam mendirikan setiap informasi atau pelajaran kepada anak-anak sebaiknya bukan hanya secara lisan dan tulisan, tetapi juga secara fisual.
2.      Informasi atau pembelajaran bukan hanya sekedar memberi pengetahuan, tetapi juga mempengaruhi sikap dan perilaku anak.
3.      Berbagai pengalaman yang layak diketahui oleh anak-anak sebaiknya dihadirkan dalam pembelajaran.
4.      Belajar tidak harus dalam kelas atau perpustakaan, tetapi ajaklah anak-anak sesekali ke lapangan untuk mengamati dan melakukan eksplorasi terhadap berbagai fenomena alam.
5.      Sesekali anak-anak diajak kelingkungan masyarakat sekitar untuk berkomunikasi dan menghayati beerbagai fenomena sosial yang ada.
6.      Anak-anak juga diajarkan mandiri.
7.      Dalam setiap penugasan, rangsanglah anak untuk menyelesaikan berbagai masalah berdasar intuisi dan imajinasinya,
8.      Jangan menggunakan kata-kata “kalian harus begini, melainkan “bagaimana sebaiknya menurut kalian”
Sistem pendidikan yang masih dalam kondisi “otak kiri” sentris. Alangkah idealnya jika sistem pendidikan yang dipakai memiliki keseimbangan antara “otak kiri” dan “otak kanan”.[2]


C.   MENGENALI POTENSI ANAK  BERBAKAT

Pada dasarnya anak berbakat adalah anak yang didaktif, ia keras kepala, mempunyai motifasi yang kuat untuk menyelesaikan sesuatu yang menjadi perhatiannya. Seluruh dorongan emosionalnya tercurahkan habis-habisan untuk menccari jawaban berbagai pertanyaan yang terus mengalir tak henti-hentimya dari kepalanya.
Anak berbakat tidak bisa ditahan-tahan. Ia mencari solusi secara kreatif dengan caranya sendiri. Menahan dorongannya hanya akan membuat anak itu deprresi dan frustasi. Setiap anak berbakat mempunyai minat berbeda-beda, yang disatu materi dapat meninggalkan temannya hingga beberapa tahun kedepan. Bahkan anak-anak yang mampu berpikir bagai mahasiswa dalam satu materi, namuun tertinggal dilain materi. Dalam hal pengembangan intelektual ia juga tidak sinkron.
Selama ini yang diketahui secara umum tentang anak-anak berbakat adalah anak yang penurut, penuh disiplin, dan mampu melahap segala materi yang diberikan, dan angkanya 10 untuk seegala mata pelajaran. Ia seperti komputer yang mampu diprogram kapan saja.
Kenyataannya anak berbakat adalah anak-anak yang mempunyai perkembangan motorik hebat. Mereka kaya akan inisiatif, berusaha selalu menolong rang lain, tetapi sulit diperintah. Ambil saja contoh bagaimana anak berbakat mengembangkan inteltktualitasnya. Kemampuan analisisnya terhadap fenomena alam membuatnya segera paham akan berbagai hukum-hukum fisika dan alam. Anak yang seperti membutuhkan materi yanng penuh tantangan anallisis.
Selain dilatarbelakangi motifasi dan keingintahuannya yang besar yang tidak pernah putus dan tidak ada ujungnya, ia juga dilatarbelakangi emosi guna tuntutan keinginannya itu. Seering kali ia tidak bisa ditahan atau diallihkan dengan menawarkan mateeri lain. Ia sangat mudah menangkap berbagai hal yang mennjadi peerhatiannya, tetapi sangat sulit diajari jika memang tidak tertarik, apalagi yang sifatnya menghafal. Ia tidak bisa dipaksa namun bisa distimulasi.
Mengerti akan perkembangan yang unik ini dan sanggat individual ini agaknya merupakan kunci keberhasilan membimbing anak-anak semacam ini. Tuntutan bukan hanya ditujuka pada pihak guru maupun pembimbing tetapi juga pada pihak oranng tua. Dukungan lingkungan akan kebutuhan anak, memberi anak keleluasaan gerakdan sarana menjadi prasyarat baginya.[3]

D.   MELIHAT  MASA DEPAN ANAK

 Untuk bisa memilih yang baik anak harus diberi informasi tentang pilihan apa saja yang ada dan apa kelebihan masing-masig pilihann tersebut. Pendidik  yang menjelaskan mengenai berbagai macam profesi  dan menjelaskan tantangan masing-masing profesi tersebut pada anak, maka anakbisa memperoleh gambaran  pasti tentang profesi yang dipilihnya dimasa depan. Anakpun bisa memperkirakan apakah dirinya mampu menjalani pendidikan untuk meraih profesi tersebut.
Selain itu anak juga diajarkan untuk mampu melihat masa depan, dengan cara membiasakan anak untuk melihat segala sesuatu dari masa lalu, masa sekarang, dan masa nanti. Kemampuan-kemampuan untuk melihat kecenderungan dimasa depan itulah yang harus dipupuk keanak. Kemampuan lain yanng harus diajarkan keanak adalah kemampuan bisa belajar sndiri. Segala pengetahuan yang didapatkan dari sekolah tidak akan cukup untuk pengembangan diri, dan bila tidak mempunyai kemampuan belajar sendiri, maka sulit mengejar perkembangna tersebut.[4]













BAB III
PENUTUP


A.   KESIMPULAN

Dari beberapa penjabaran tulisan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.      Memberi kasempatan anak berkembang bukan hanya tuntutan pedagogi, tetapi juga tuntutan kultural. Kultur kita akan mundur jika kita tidak dapat menghormati anak-anak. Kemunduran itu dapat kita saksikan dalam kenyataan, betapa banyak hal kekanak-kanakan yang dibuat oleh masyarakat modern ini.
2.      Untuk menyiapkan anak yang mampu berkembang dimasyarakat kita harus menanamkan pemahaman dan pengalaman nilai-nilai, rasa, dan keadilan pada anak dan dimulai sejak usia dini.
3.      Pendidikan pada anak bukan berarti memberi dan memaksakan dunia serta pengetahuan kepada anak-anak, tetapi membuka dan menyelamatkan massa depan anak-anak .


B.   SARAN

Banyak anak-anak akan menjadi disiplin dalam kehidupan mereka karena mencontoh perilaku disekitarnya. Sehingga kita dituntut untuk selalu memberi contoh yang baik pada anak-anak. Selain itu komunikasi serta saling menghormati akan memberi nilai lebih pada anak dalam lingkungan, dengan dijembatani oleh komunikasi yang efektif itu sendiri.






DAFTAR PUSTAKA


Mulyadi, Seto. 2007. Membangun Komunikasi Bijak Orangtua dan Anak. Jakarta : Kompas.
Windhu, Sidhunata. 2006. Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita. Yogyakarta : Kanisius




[1]  Seto Mulyadi, Membuka Masa Depan Anak :86
[2] Seto Mulyadi, Membangun Komunikasi Bijak : 138
[3] Julia Maria Van Tuel, Orang Tua Anak Berbakat : 140
[4] M Clara Westi, Membangun Komunikasi Bijak : 183

Tidak ada komentar:

Posting Komentar