Jumat, 18 April 2014

Pernikahan Beda Agama

PERNIKAHAN BEDA AGAMA
Ditsusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mashail Fikh
Dosen Pengampu        : Afwan Zuhdi S.Ag,M.A





oleh :

Ari Ambarwati                        11-01-1345
Enjang wikantini                     11-01-1355
Murni Caturwati                     11-01-1369
Naini Rohmah SJ                    11-01-1373
Sumaryani                               11-01-1394



SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH WATES
Jl Jambu 1, Wonosidi Lor, Wates, Kulon Progo, D.I.Yogyakarta
2013




BAB I
PENDAHULUAN

A      Latar Belakang
Segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan (QS.Adzariyat 49),begitupun manusia.Karenanya pernikahan adalah sebuah sunnatullah. Pernikahan adalah langkah awal dalam membentuk sebuah keluarga yang nantinya membentuk masyarakat.Dalam islam ,pernikahan dimaksudkan untuk menyalurkan hasrat dan memberikan ketentraman sehingga tercipta rasa kasih sayang antara pasangan. Untuk mewujudkan tujuan pernikahan  tersebut diperlukan kesamaan pandangan hidup antara pasangan
Kehidupan di Indonesia,dimana terdapat berbagai etnis,suku,bangsa,budaya dan agama,pergaulan antar berbagai perbedaan tersebut  tidak dapat dihindarkan.Terlebih saat ini,di tengah arus modernisasi dan globalisasi.Pernikahan tidak lagi tersekat oleh perbedaan.Bukan jamannya lagi pernikahan harus sesama suku,sesama etnis atau  sesama daerah.Mengusung hak asasi manusia dan atas nama cinta,berbagai perbedaan coba di abaikan termasuk didalamnya perbedaan agama
.
Nikah adalah ikatan (akad) perkawinan yg dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.Perkawinan antara pria dan wanita sebagaimana dalam pengertian nikah diatas harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.Pernikahan atau sering juga disebut dengan perkawinan dalam undang-undang di Indonesia diserahkan tata cara pelaksanaannya pada agama masing-masing (undang undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 2).Oleh karena ada berbagai agama di Indonesia,pernikahan antara pemeluk agama yang berbeda akan terasa sulit.Setiap agama mempunyai ketentuan sendiri-sendiri mengenai hal ini.Secara garis besar,semua agama tidak menghendaki pernikahan beda agama.
Namun begitu pernikahan beda agama,tetap juga terjadi di Indonesia.Sebut saja,Jamal dan Lydia Kandau,Andri Subono dan Chrisye,Frans dan Amara Lingua dan masih banyak lagi.Bagaimana islam memandang tentang pernikahan beda  agama ini.Bagaimana pula pandangan hukum positif di Indonesia.Dalam makalah ini penulis coba membahas hal tersebut.
.
B       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pernikahan beda agama?
2.      Bagaimana pernikahan beda agama menurut hukum islam?
3.      Bagaimana pernikahan beda agama menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia?










BAB II
PEMBAHASAN

A      Pengertian Pernikahan Beda Agama
Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakaanya merupakan ibadah.Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah. mawaddah warahmah.[1] Keempat madzab sepakat bahwa pernikahan itu adalah aqad yang menjamin diperbolehkannya persetubuhan[2]
            Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 dikatakan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa, selanjutnya pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.Pernyataan ini kemudian juga dipertegas dalam KHI pasal 4.Agama dan kepercayaan yang dimaksud adalah apa yang diakui di Indonesia.
            Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak.Namun karena Nabi Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah.Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
            Pernikahan beda agama memang tidak diatur dalam undang-undang pernikahan  Nomor 1 tahun 1974.Oleh karenanya banyak orang yang kemudian jug bertanya-tanya tentang bagaimana posisi pernikahan beda agama ini.
            Pernikahan beda Agama adalah pernikahan antar pemeluk agama  yang berbeda.Mereka tetap berpegang teguh pada agama masing-masing.Karena di Indonesia terdapat bayak agama baik ardhi maupun samawi.Kedua kondisi itu dapat terjadi,misalnya Islam dengan Katolik,Islam dengan Hindu,Katolik dengan Protestan,Hindu dengan Budha dan sebagainya.Tentu yang akan menjadi pokok pembahasan kita adalah pernikahan beda agama yang dilakukan oleh pria atau wanita muslim dengan pria atau wanita non muslim.
            Jadi ,pernikahan beda agama yang dimaksud adalah pernikahan antara pria atau wanita muslim dengan pria atau wanita non muslim baik mereka itu musyrik ataupun ahli kitab.

B       Pernikahan Beda Agama Menurut Islam
Pernikahan beda agama disini dapat dibedakan menjadi dua yaitu
                                          1.            Pernikahan pria muslim dengan wanita musyrik atau ahli kitab
v  Pernikahan pria muslim dengan wanita musyrik
Dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221,Allah telah jelas melarang orang pria maupun wanita untuk menikah dengan orang musyrik.
Ÿwur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sム4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 7px.ÎŽô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 Ÿwur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sム4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 78ÎŽô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôtƒ n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôtƒ n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãƒur ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbr㍩.xtGtƒ ÇËËÊÈ  
dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

Sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan Kannaz Ibn Hasim Al Ghanawi yang diutus Rasulullah SAW ke Mekah membawa misi.Di Mekah dia bertemu dengan perempuan bernama Anaz yang sangat dicintainya.Dia bertanya kepada Rasulullah apakah boleh menikahi Anaz.Beliau berkata bahwa Kannaz tidak boleh menikahi Anaz  sebab dia musyrik.
Ada lagi sebab turunnya ayat ini sebagaimana yang disebutkan Abdullah bin Abbas berhubungan dengan kasus Abdullah Ibn Rawahah.Dia punya seorang budak wanita hitam.Suatu hari dia marah dan Rasulullah mengetahuinya kemudian bertanya.”Apa yang terjadi wahai Abdullah?”.Abdullah menjawab”Wahai Rasulullah, dia (budak wanita itu) berpuasa,berdoa,percaya kepada Allah bahwa tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah Rasulullah”.Rasulullah berkata”Kalau begitu dia seorang yang beriman”.Abdullah berkata”Maka demi Allah yang telah mengutus engkau membawa kebenaran akau akan memerdekakannya atau menikahinya”.Setelah Abdullah menikahinya,banyak muslim yang mencelanya karena mereka lebih suka mengawini wanita musyrik hanya karena ketinggian keturunannya. [3]
Pemilihan pasangan adalah pondasi awal pembentukan sebuah bangunan rumah tangga..Ia  harus kukuh karena kalau tidak,akan roboh meski hanya dengan sedikit goncangan.Pondasi yang kukuh itu bukan kecantikan atau ketampanan,harta dan kedudukan,tetapi keimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa.Oleh karenanya wajar jika pesan pertama bagi orang yang ingin membentuk rumah tangga adalah Dan janganlah kamu wahai pria-pria muslim menjalin pernikahan dengan orang-orang musyrik penyembah berhala.Sesungguhnya wanita budak yang berstatus rendah dalam pandangan masyarakat tetapi beriman itu lebih baik dari wanita musyrik walaupun mereka itu lebih cantik,bangsawan dan kaya.Dan jangan pula para wali menikahkan pria musyrik dengan wanita mukmin sebelum mereka benar-benar beriman meskipun mereka itu lebih gagah,kaya,bagsawan[4]
Syirik adalah perbuatan menyekutukan sesuatu dengan sesuatu yang lain.Dalam Islam seorang musyrik adalah siapa yang percaya bahwa ada tuhan bersama Allah atau mereka yang berbuat untuk tujuan ganda kepada Allah juga kepada yang selainNya.Menurut pandangan ini,orang kristen yang percaya kepada trinitas juga termasuk dalam golongan orang musyrik . Namun menurut para pakar Al-Quran,orang musyrik adalah para penyembah berhala jadi  orang kristen   bukan termasuk dalam golongan musyrik namun golongan ahli kitab.[5]
Dikalangan ulama timbul beberapa pendapat tentang siapa musyrikah (wanita musyrik) yang haram dinikahi itu? Menurut Ibnu jarir al-Thabrani, seorang ahli tafsir, bahwa musyrikah yang dilarang dinikahi itu ialah musyrikah dari bangsa arab saja, karena bangsa arab pada saat turunnya Al-Qur’an memang tidak mengenal kitab suci dan mereka menyembah berhala. Maka, menurut pandapat ini, seorang muslim boleh kawin dengan wanita musyrik dari bangsa non-arab, seperti wanita China, India, dan Jepang yang diduga dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci, seperti pemeluk agama Budha, Hindu, Konhucu, yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, percaya akan adanya hidup sesudah mati, dan sebagainya. Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini .
Tetapi kebanyakan ulama berpendapat, bahwa semua musyrikah baik dari bangsa Arab maupun non-Arab selain Ahlul Kitab, yakni Yahudi (Yudaisme) dan Nasrani (kristen) tidak boleh dikawini. Menurut pendapat ini bahwa wanita yang bukan Islam, dan bukan pula Yahudi ataupun Kristen tidak boleh dikawini oleh pria Muslim, apapun kepercayaannya, seperti Budha, Hindu, Konhucu, Majusi/Zoroaster. Karena pemeluk agama selain Islam, Kristen dan Yahudi termasuk kategori musyrikah.[6]

v  Pernikahan pria muslim dengan wanita ahli kitab
Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi atau Kristen), berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5:
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; ( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !#sŒÎ) £`èdqßJçF÷s?#uä £`èduqã_é& tûüÏYÅÁøtèC uŽöxî tûüÅsÏÿ»|¡ãB Ÿwur üÉÏ­GãB 5b#y÷{r& 3 `tBur öàÿõ3tƒ Ç`»uKƒM}$$Î/ ôs)sù xÝÎ6ym ¼ã&é#yJtã uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÎÈ  

pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.

Selain berdasarkan Qur’an surat Al-maidah ayat 5, juga berdasarkan sunnah Nabi, dimana Nabi pernah kawin dengan wanita Ahlul Kitab, Yakni Mariah al-Qibtiyah (Nasrani). Demikian pula seorang sahabat Nabi yang termasuk senior bernama Hudzaifah bin Al-Yaman pernah kawin dengan seorang wanita Yahudi, sedang para sahabat tidak ada yang menentangnya.[7]Usman bin Affan juga mengawini Na’ilah binti al-Gharamidah seorang wanita beragama nasrani yang kemudian masuk islam.[8]
Terdapat perbedaan pendapat tentang siapa yang termasuk ahli kitab.Para ulama sepakat ahli kitab adalah mereka Nasrani dan  Yahudi kemudian terdapat perbedaan pendapat apakah mereka dari generasi masa lalu,keturunanya atau mereka pada masa kini,atau mereka yang baru memeluk agama ini.Ada yang menolak Yahudi dan Nasrani masa kini sebagai ahli kitab.[9]
Dikalangan jumhur ulama yang membolehkan pria muslim menikah dengan wanita ahli kitab,juga terdapat beberapa pendapat.
§   Sebagian madzab Maliki,Hambali,Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa hukum perkawinan itu makruh
§  Menurut pendapat sebagian madzab Maliki,Ibnu Qosim Khalil bahwa pwerkawinan itu diperbolehkan secara mutlak dan ini merupakan pendapat Malik
§  AZ-Zarkasyi (madzab Syafi’i) mengatakan bahwa pernikahan itu disunatkan apabila wanita ahli kitab itu diharapkan dapat masuk islam.[10]
Meskipun jumhur ulama membolehkan pria muslim menikah dengan wanita ahli kitab,namun perlulah kiranya kita renungkan. Larangan pernikahan antar pemeluk agama yang berbeda ini dilatarbelakangi oleh keinginan menciptakan sakinah dalam keluarga yang merupakan tujuan pernikahan.Kelanggengan akan tercipta jika terjadi kesesuaian pandangan hidup.Bagaimana mungkin keharmonisan,sebagaimana tujuan dari pernikahan itu dapat terjalin jika nilai –nilai yang dianut antara suami dan istri berbeda atau bahkan saling bertentangan.Jangankan masalah agama masalah budaya atau pendidikan saja dapat membuat hancurnya pernikahan
Selanjutnya adalah tentang pendidikan anak.Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sangat terpengaruh oleh pendidikan dari orangtuanya.Tidak dapat dipastikan siapa diantara kedua orang tuanya yang lebih dominan memberikan pengaruhnya. Jikapun, pengaruh ayah lebih dominan, keyakina anak tentu juga akan tercampur dengan keyakinan ibu. Mereka mengajakmu ke neraka dimaksudkan bahwa orang tua yang non-muslim dapat memberikan keteladan yang salah terhadap anaknya.
Selain itu dalam kaidah fikh,
دَ رْ ءُ الْمَفَا سِدِ مُقَدَّ مٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَا لِحِ
menghindari dari kemudaratan harus didahulukan atas mencari/menarik maslahat (kebaikan).Maka perlu pertimbangan sebelum seorang pria memutuskan untuk menikah dengan wanita ahli kitab.Kebolehan menikahi wanita ahli kitab adalah suatu jalan keluar bagi kebutuhan mendesak saat itu.
Ayat ini ditutup dengan  peringatan bagi yang menikahi wanita ahli kitab jangan sampai mengantar mereka kepada kekufuran.Selain itu ditempatkannya ayat ini setelah sempurnanya ajaran islam dimaksudkan untuk menunjukan kesempurnaan islam itu sendiri. Penyebutan wanita mukminah terlebih dahulu dimaksudkan bahwa wanita mukminah harus didahulukan karena bagaimanapun sangat mempengaruhi sakinah dan kelanggengan rumah tangga.Tidak dibenarkan melangsungkan pernikahan mereka yang tidak bisa menampakan kesempurnaan islam  apalagi yang diduga akan terpengaruh oleh ajaran non islam yang dianut istrinya.[11]

                                          2.            Pernikahan wanita muslim dengan pria musyrik atau ahli kitab.
v  Wanita muslim dengan pria musyrik
Pernikahan wanita muslim dengan pria musyrik seperti yang tersurat dalam QS Al-Baqarah ayat 221,jelas tidak boleh.
v  Wanita Muslim dengan pria ahli kitab
Kebolehan menikahi wanita muslim,ternyata tidak berlaku sebaliknya.Dalam QS Al-Maidah ayat 5,tidak terdapat penegasan tentang bolehnya pria ahli kitab menikahi wanita muslim.
Wanita tidak boleh dinikahi pria ahli kitab karena pria sebagai pemimpin rumah tangga,bisa saja mempengaruhi istrinya  sehingga dikhawatirkan adanya paksaan agama terhadap istrinya.

C       Pernikahan Beda Agama Menurut Hukum Di Indonesia
Perkawinan di Indonesia diatur dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974. Sebelum UU No.1/1974 tentang perkawinan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975, di Indonesia berlaku berbagai hukum perkawinan begi berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah tertentu :
1.      Bagi orang-orang indonesia asli yang beragama islam berlaku hukum islam yang telah diresipir dalam hukum adat [12]
2.      Bagi orang asli lainnya hukum adat
3.      Bagi orang asli yanng beragama Kristen berlaku Huweliks Ordonantie Cristen Indonesia (Stbld.1933 No.74)
4.      Bagi orang-orang Timur Asing, China dan warga negara Indonesia keturunan China berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan
5.      Bagi orang-orang  Timur Asing lainnya dan warga  Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum adat mereka
6.      Bagi orang-orang Eropa dan warga Indonesia keturunan  Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Berdasarkan pasal 6 UU No.1/1974, maka semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 ini, dinyatakan tidak berlaku, termasuk tentang peraturan Perkawinan Campuran.[13]
Undang-undang perkawinan ini mempunyai ciri khas jika dibandingkan dengan hukum perkawinan sebelumnya.Terutama dengan undang-undang atau peraturan perkawinan yang dibuat oleh dan diwariskan pemerintah kolonial Belanda. Perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita hanyalah hubungan sekuler, hubungan sipil atau perdata saja, lepas sama sekali dengan agama atau hukum agama. Undang-undang perkawinan yang termaktub dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 berasaskan agama. Artinya sah tidaknya perkawinan seseorang ditentukan oleh hukum agamanya. Pasal 2 ayat 1 Undang Undang perkawinan dengan tegas menyatakan bahwa “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dan pada Pasal 10 PP No. 9 Tahun 1975 dinyatakan bahwa perkawinan baru sah jika dilakukan di hadapan pegawai pencatat dan dihadiri dua orang saksi. Dan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Jadi, UU 1/1974 tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan.
Adapun Mahkamah Agung dalam yurisprudensinya tanggal 20 Januari 1989 Nomor: 1400 K/Pdt/1986, memberikan solusi hukum bagi perkawinan antar-agama adalah bahwa perkawinan antar-agama dapat diterima permohonannya di Kantor Catatan Sipil sebagai satu-satunya instansi yang berwenang untuk melangsungkan permohonan perkawinan beda agama. Dalam proses perkawinan antar-agama maka permohonan untuk melangsungkan perkawinan antar-agama dapat diajukan kepada Kantor Catatan Sipil.
Bentuk lain untuk melakukan perkawinan antar agama dapat dilakukan dengan cara melakukan perkawinan bagi pasangan yang berbeda agama tersebut di luar negeri. Berdasarkan pada Pasal 56 UU 1/1974 yang mengatur perkawinan di luar negeri, dapat dilakukan oleh sesama warga negara Indonesia, dan perkawinan antar pasangan yang berbeda agama tersebut adalah sah bila dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu berlangsung. Setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, paling tidak dalam jangka waktu satu tahun surat bukti perkawinan dapat didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka. Artinya, perkawinan antar-agama yang dilakukan oleh pasangan suami isteri yang berbeda agama tersebut adalah sah karena dapat diberikan akta perkawinan (Soedharyo Soimin, “Hukum Orang dan Keluarga”, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, dan “Himpunan Yurisprudensi Tentang Hukum Perdata”, Jakarta: Sinar Grafika, 1996).[14]
Cara lain yang biasanya ditempuh oleh pasangan beda agama adalah dengan tunduk pada aturan salah satu agama.Misalnya pernikahan Dedy Corbuzier dengan Kalina.Mereka menikah secara Islam namun kemudian Dedy kembali kepada agama semula. Dalam UU No.23/2006 serta aturan-aturan pelaksanaannya tidak ada larangan keterangan agama dalam KTP berbeda dengan akta perkawinan.
Adapula yang menurut pada aturan masing-masing agama.Jadi pernikahan dilakukan dua kali dengan tata cara masing-masing agama pasangan.Mekipun kemudian timbul pertanyaan pernikahan manakah yang dianggap sah.Hal ini kembali keaturan agama masing-masing.Menurut Islam sebagaimana dijabarkan pada pembahasan sebelumnya.
Pada 10 Juni 1990,Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah mendapat legalisasi Pemerintah dalam bentuk Instruksi Presiden (INPRES No.1 Tahun 1991) kepada Menteri Agama kemudian ditindak-lanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No. 154 Tahun 1991 untuk digunakan pada instansi pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya. Pada tanggal 22 Juli 1991 maka secara resmi berlakulah Kompilasi Hukum Islam bagi selurun umat Islam Indonesia. [15]
Berbicara mengenai otoritas KHI dalam pemberlakuannya, terdapat perbedaan para ahli hukum, yang dapat disimpulkan kepada dua kelompok. Kelompok pertama beranggapan bahwa KHI termasuk ke dalam salah satu hukum tertulis yang bersifat memaksa karenanya ia termasuk salah satu dari sumber hukum formal di Indonesia, sehingga wajib diamalkan. Dengan demikian, berhubungan KHI telah melarang perkawinan berbeda agama, maka perkawinan berbeda agama itu inkonstitusional dan ilegal. Kelompok kedua berpandangan bahwa KHI tidak termasuk ke dalam salah satu sumber hukum formal di Indonesia ini karena ia hanya diatur dengan INPRES, sedang INPRES tidak termasuk bagian dari sumber hukum formal di Indonesia ini. Sejalan dengan ini, KHI tidak mesti dilaksanakan tetapi hanya anjuran.
 Adapun perkawinan beda agama  dalam Kompilasi Hukum Islam secara ekspilisit dapat dilihat dari ketentuan empat pasal.
                  1.            Pada pasal 40 KHI, dinyatakan: Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu salah satunya Seorang wanita yang tidak beragama Islam
                  2.            Pasal 44 KHI;
”Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.”
                  3.            Pasal 61 KHI;
”Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau  ikhtilaf al-din
                  4.            Pasal 116 KHI;
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
·         Peralihan agama atau murtad  yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga

Jika dilihat ketentuan peraturan yang ada dalam batang tubuh Kompilasi Hukum Islam itu sendiri, pasal-pasal yang ada tidak berada dalam satu Bab tertentu. Pasal 40 KHI dan juga Pasal 44 dimasukkan dalam bab larangan kawin, sedangkan pasal 61 dimasukkan pada bab pencegahan perkawinan, sementara itu, pasal 116 KHI berada pada bab putusnya perkawinan.
Sikap KHI melarang perkawinan berbeda agama terlihat tidak tegas.Pasal 40, 44, dan 61 tidak menghendaki perkawinan berbeda agama. Pasal 116 menyatakan bahwa bagi pasangan suami istri yang telah menikah, lantas salah seorang di antara mereka murtad (keluar dari Islam) KHI memberi kesempatan bagi salah satu yang masih tetap dengan ajaran agama Islam untuk melakukan perceraian bila ternyata mereka tidak rukun.Hal ini berarti, kalau peralihan agama terjadi dan mereka masih rukun maka tidak dapat dijadikan alasan perceraian.
Di Indonesia sebenarnya telah keluar Fatwa dari MUI.Keputusan Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Hamka memfatwakan: (1) “Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya”. (2) “Seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan muslim. Tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita ahl Kitâb terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadahnya (kerusakannya) lebih besar daripada maslahatnya, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan perkawainan tersebut hukumnya haram”. Keharaman itu juga didasari dengan alasan bahwa para non Muslim tersebut bukan lagi dikategorikan sebagai ahli kitab, mereka telah berbeda dengan ahli kitab yang asli yang dimaksudkan oleh Q.S. Al-Ma’idah:5.Demikian pula Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor:  4/MUNAS VII/MUI/8/2005 per-tanggal 9-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M tentang haramnya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
Pernikahan beda agama juga akan menimbulkan beberapa masalah hukum diantaranya tentang anak dan waris.Jika islam melarang pernikahan beda agama,maka pernikahan itu tidak sah.Anak yang dilahirkan adalah hasil perbuatan zina dan hanya  ikut nasab ibunya.Sementara,menurut hukum di Indonesia,anak sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah yaitu yang tercatat di KUA atau KCS.Mengenai agama dari anak pernikahan beda agama,orang tua harus melihat padaUU No 23/2002 tentang perlindungan anak.Sebelum anak dapat menentukan agamanya,maka agama anak menurut kesepakatan orang tuanya.
Akibat lain dari pernikahan beda agama adalah tentang masalah warisan.Syarat seseorang bagi ahli waris dari pewaris islam adalah harus beragama islam.Putusan MA No.16K/AG/2010,istri non muslim yang ditinggal mati suami muslim tidak termasuk ahli waris,tetapi mendapat wasiat wajibah dari harta warisan suaminya begitu pula anaknya.[16]







BAB III
PENUTUP
A      Kesimpulan
Pernikahan beda agama adalah perkawinan  antara orang yang berbeda agama dan kepercayaannya,pria muslim dengan wanita non muslim baik musyik atau ahli kitab,wanita muslim dengan pria musyrik atau ahli kitab.
Menurut Islam,pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrik atau sebaliknya adalah terlarang,tidak boleh dilakukan berdasarkan QS Al-Baqarah ayat 221.Jumhur ulama telah sepakat tentang kebolehan pria muslim dengan wanita ahli kitab,namun para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud wanita ahli kitab itu.Pernikahan ini juga membawa konsekunsi yang perlu dipertimbangkan terlebih dahulu.
Di Indonesia,perkawinan beda agama tidak diatur  secara khusus dalam Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974.Sah tidaknya sebuah perkawinan berdasarkan pada agama masing-masing.Dalam Islam pernikahan beda agama ini dilarang berdasarkan KHI dan fatwa MUI.Namun jika pernikahan beda agama ini tetap berlangsung,dengan cara-cara tertentu dapat dicatatkan di KCS.

B       Saran
                                          1.            Dalam Al-Quran telah jelas bahwa pernikahan beda agama itu dilarang,hendaknya semua umat islam tunduk dan patuh dengan aturan ini.
                                          2.            Jika dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 telah sinyatakan bahwa pernikahan sah menurut tata cara agama,maka pemerintah hendaknya konsisten dan tidak mengakui pernikahan beda agama.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman .1996.Perkawinan dalam Syariat Islam. Jakarta:Rineka Cipta
Ali Hasan.1997.Masail Fiqhiyah al Haditsah pada masalah kotemporer hukum islam. Jakarta: Raja Grafindo
Cik Hasan Bisri.1999.Kompilasi Hukum Islam dan peradilan agama, Ciputat:PT.Llogos Wacana Ilmu
Masjfuk Zuhdi. 1997.Masail Fiqhiyah(kapita Selekta HUkum Islam).Jakarta:TokoGunung Agung
Quraish Shihab. 2009.Tafsir Al Misbah Vol 1.Jakarta: Lentera hati





[1] Kompilasi Hukum Islam pasal 2
[2]  Ali Hasan,  Mashail Fiqhiyah al Haditsah pada masalah kotemporer hukum islam, ( Jakarta:Raja Grafindo,1997) , h.1
[3] Abdul Rahman , Perkawinan dalam Syariat Islam.(Jakarta:Rineka Cipta, 1996 ),h.31
[4] Quraish Shihab,Tafsir Al Misbah Vol 1. (Jakarta:Lentera Hati ,2009) ,h.576-577
[5]Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam pernikahan pria muslim dengan wanita ahli kitab.
[6] Masjfuk Zuhdi,Mashail Fiqh, (Jakarta:Toko Gunung  Agung,1997),h.4-5
[7] Ibid,
[8] Ali Hasan,op. cit, h.12
[9] Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah Vol 3, (Jakarta: Lentera hati ,2009) h.35
[10] Ali Hasan,op.cit ,h.13
[11] Quraish Shihab,Tafsir Al Misbah Vol 3, op. cit,h. 37
[12] Menurut teori resepsi Snouck Hurgronce, bahwa yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat asli. Hukum Islam memang mempunyai pengaruh dalam hukum adat, tetapi baru mempunyai kekuatan hukum, kalau dikehendaki dan diterima oleh hukum adat.
[13] Masjfuk Zuhdi,  op. cit,  h.1-2
[14] www.hukumonline.com diakses 21 september 2013
[15] Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan peradilan agama, (Ciputat:PT.Llogos Wacana Ilmu, 1999) h.1
[16] www.kaskus.co.id,diakses tanggal 21 september 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar